Forsemesta Soal Gurita Trading, Pencemaran Lingkungan Hingga Utang Pajak 326 Miliar VDNI dan OSS

Harianpublik.id,Jakarta – Dugaan pelanggaran perusahaan industri pemurnian nikel (smelter) yakni PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT. Obsidian Stainless Steel (OSS) kembali menjadi sorotan. Terkait hal itu, Forum Pemerhati Investasi Pertambangan (Forsemesta) telah melakukan aksi demonstrasi besar-besaran dan pelaporan di Gedung KPK RI dan Bareskrim Mabes Polri menyoal sejumlah dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan kedua tambang yang berada di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara (Sultra) itu.

Presidium Forsemesta, Ahmad Iswanto membeberkan beberapa dugaan pelanggaran PT. VDNI dan OSS mulai dari Gurita trader, tunggakkan pajak hingga masuk pada pencemaran lingkungan.

“Aksi kami hari ini adalah sebagai upaya dalam membongkar dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut. Dimana, PT. VDNI dan OSS sebagai industri pemurnian nickel (Smelter) telah menciptakan trading tangan kedua yang bernama PT. Kyara Sukses Mandiri (KSM), PT. Satya Karya Mineral (SKM) dan PT. Mineral Putra Prima (MPP) yang mana ketiga perusahaan tersebut kami duga adalah milik dari petinggi kedua industri smelter tersebut. Hal itu memang sudah dibuktikan dengan surat teguran dari Kementerian ESDM RI dengan nomor : 1167/30.07/DJB/2020 tertanggal 21 September 2020,” beber Iswanto, Rabu (27/4/2022).

Lanjut dia, kedua perusahaan industri smelter tersebut juga diduga telah menciptakan trading tangan ketiga gurita lanjutan dari 3 perusahaan trading sebelumnya, trading tangan ketiga tersebut masing-masing PT. Bintang Delapan Capitan (BDC), PT. Bintang Delapan Resources (BDR), PT. Dua Delapan Resources (DDR), PT. EKASA YAD Resources (EYR) dan Terakhir PT. Kencana Bumi Sakti (KBS).

“Gurita tersebut diduga sengaja diciptakan untuk menekan harga pembelian ore nikel penambang lokal dengan harga miring, selain itu juga diduga sebagai upaya untuk menghindari pajak pembelian maupun penjualan dari negara,” cetusnya diwawancarai awak media di depan Gedung Mabes Polri.

Selain itu, pria yang akrab disapa Ahmad juga mengatakan bahwa pelanggaran perusahaan tersebut tidak hanya pada Gurita trader namun juga ada indikasi pencemaran Lingkungan dan Tunggakan pajak kepada pemerintah daerah yang membengkak senilai Rp326 miliar.

“Dugaan pelanggaran VDNI dan OSS tidak hanya pada gurita trader tangan kedua dan ketiga, namun sejak tahun 2017 sampai 2020 pihak VDNI dan OSS telah mengabaikan kewajibannya untuk membayar tunggakkan pajak yang sudah membengkak menjadi 326 miliar. Ini merupakan pelanggaran terhadap UU No:28 tahun 2009 tentang pajak retribusi daerah,” papar dia lagi.

“Ditambah lagi dengan pencemaran lingkungan yakni polusi debu batubara yang sempat membuat banyak masyarakat sekitaran industri terkena dampak penyakit ispa, lahan pertanian yang tercemar, sungai dan pesisir pantai timur konawe yang menjadi sumber penghidupan nelayan menjadi tercemar, bukan kah sebaik baik investasi adalah yang memberikan dampak baik bagi masyarakat?,” tegasnya.

Semenatara itu, saat menerima laporan masa aksi, Komisaris Polisi Agus (Humas Polri) mengatakan bahwa surat laporan yang dibawa oleh Forsemesta akan segera dilimpahkan kepada Bareskrim Mabes Polri.

“Surat Laporan ini kami terima dan akan segera kami limpahkan kepada Bareskrim untuk dilakukan proses lebih lanjut,” ucap Agus.

Sehari Sebelumnya mereka melakukan pemasangan ratusan Spanduk bermuatan protes dan aspirasi terhadap aktivitas PT. VDNI dan PT. OSS di Penjuru Kota Jakarta.

“Ratusan spanduk telah terpampang diseluruh penjuru kota jakarta, kami ingin menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk segera menghentikan aktivitas kedua Industri Smelter tersebut sebelum melunasi dan menunaikan kewajibannya terhadap negera,” katanya.

“Pertama, Soal utang pajak Air Permukaan dan Penerangan Non PLN PT. VDNI dan PT. OSS renilai Rp.326 miliar rupiah. Kedua, skandal penggelapan pajak pembelian ore nikel yang diduga dilakukan oleh kedua Industri Smelter tersebut dengan menciptakan Gurita Trader sebagai cara untuk menekan harga pembelian ore dalam mencari selisih pemberlian terhadap pengusaha lokal. Dan terakhir adalah Dugaan Pencemaran Udara yang dilakukan oleh kedua Industri Smelter terhadap masyarakat sekitar wilayah Investasi mereka dengan sebaran debu Batubara pembuangan sisa pembakaran produksi pemurnian nikel,” tutup Ahmad Iswanto. (**)

Komentar