Harianpublik.id,Kendari – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam acara Bincang Jasa Keuangan (BIJAK) kembali memberikan update informasi terkait kebijakan OJK dan perkembangan sektor jasa keuangan serta himbauan waspada invetasi ilegal.
Kali ini, BIJAK pertama di 2022 dilakukan secara daring dengan menggandeng Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sultra Diikuti oleh kurang lebih 40 perwakilan insan media cetak, elektronik dan online pada Kamis (17/3). Tujuan OJK menggandeng Kominfo Sultra untuk memberikan materi terkait literasi digital dalam mewaspadai investasi ilegal.
Kepala OJK Sultra, Arjaya Dwi Raya, BIJAK merupakan agenda yang secara periodik dilakukan untuk diseminasi informasi terkait perkembangan sektor jasa keuangan khususnya di Sultra. Selain itu memberikan informasi terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK untuk meningkatkan kinerja IJK dan mendorong pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi serta perlindungan konsumen dari penawaran investasi illegal.
“Hal ini diharapkan dapat menjadi pintu informasi kepada masyarakat melalui media pemberitaan, agar literasi masyarakat semakin meningkat sehingga mampu memahami manfaat dan risiko yang melekat dalam produk jasa keuangan dan terhindar dari penawaran investasi illegal,” ucap Arjaya.
Sambung dia, secara umum kinerja industri jasa keuangan sampai dengan posisi Januari 2022 tumbuh positif di tengah kondisi pandemi yang semakin terkendali yang tercermin dari asset perbankan tumbuh sebesar 8,29% (yoy) menjadi sebesar 39,73 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 9,44% (yoy) menjadi sebesar Rp28,30 triliun, kredit yang diberikan sebesar 4,74% (yoy) menjadi sebesar Rp28,68 triliun dengan kualitas kredit terjaga pada kondisi yang baik tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 1,94% dibawah treshhold 5%.
“Kredit Perbankan di Sultra didominasi oleh penyaluran kredit kepada sektor pemilikan peralatan rumah tangga. Lainnya termasuk pinjaman multiguna yaitu sebesar 40,44%, kemudian sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 20,02%, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,51%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh sebesar 1.986,36% menjadi Rp2,70 triliun,” paparnya.
Masih dijelaskan Kepala OJK, Non Performing Fund (NPF) Perusahaan Pembiayaan posisi Januari 2022 sebesar 1,96%, membaik sebesar 0,77% dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang mencapai 2,73%. Untuk asuransi premi dan klaim asuransi umum terkoreksi masing-masing sebesar -12,82% dan -0,48% qtq. Premi dan klaim asuransi jiwa mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 1,46% dan 8,78% (TW 4 2021).
“Sementara itu, akses masyarakat terhadap produk reksadana mengalami peningkatan yang tercermin dari jumlah rekening investasi tumbuh 148,68% yoy. Adapun nilai transaksi saham di Sulawesi Tenggara posisi Januari 2022 sebesar Rp47 Miliar,” katanya.
Arjaya menyebutkan bahwa proses restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak covid 19 menunjukan penurunan. Sampai dengan posisi Januari 2022, Perbankan dan Perusahaan Pembiayaan di Provinsi Sultra telah melakukan proses restrukturisasi kepada 79.415 debitur dengan baki debet sebesar Rp4,95 triliun. Adapun share debitur UMKM terhadap total realisasi restrukturisasi kredit covid 19 di Sultra sebesar 92,47% atau 26.748 debitur dari total debitur sebanyak 28.266.
“Perkembangan pengguna fintech di Sultra mengalami pertumbuhan yang postif. Dilihat dari jumlah lender terdapat peningkatan sebanyak 535 orang atau 31,94% yoy seiring dengan itu borrower juga mengalami peningkatan sebesar 76,40% yoy. Di sisi jumlah transaksi per akun di Sultra, khusus untuk akun lender mengalami peningkatan sebesar 53,29% yoy dan transaksi borrower mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 126,86% yoy per posisi Januari 2022. Sedangkan jumlah outstanding pinjaman fintech sebesar Rp99.032 juta atau meningkat 79,25% yoy,” paparnya lebih lanjut.
“Hal ini mencerminkan bahwa tingkat literasi dan inklusi masyarakat di wilayah Sultra cukup baik. Berdasarkan survei OJK tahun 2019, tingkat inklusi dan literasi masyarakat melampaui target nasional, tercatat untuk inklusi sebesar 75,07% sedangkan literasi sebesar 36,75%,” tambah dia.
Perkembangan teknologi dibidang jasa keuangan harus disikapi dengan bijak dan hati-hati. Marak penawaran pinjaman online dan investasi illegal yang dilakukan secara digital. OJK menghimbau masyarakat untuk melakukan pinjaman online pada perusahaan yang telah terdaftar dan berizin di OJK. Untuk informasi tersebut dapat dilihat melalui website www.ojk.go.id atau di tanyakan langsung melalui kontak 157.
Sampai dengan posisi Januari – Maret 2022 tercatat sebanyak 779 layanan telah diberikan dari bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) OJK Sultra. Yakni terdiri dari 653 Pemberian Informasi, 110 Penerimaan Informasi dan 16 Pengaduan Konsumen. Untuk jenis pengaduan masih didominasi oleh dibidang perbankan terkait dengan restrukturisasi kredit, pembiayaan terkait penarikan agunan dan proses lelang, selanjutnya asuransi terkait klaim asuransi dan konsultasi SLIK.
Oleh karena itu, dalam rangka melindungi konsumen dan masyarakat, OJK melalui Satgas Waspada Investasi Ilegal (SWI) sejak tahun 2018 sampai dengan November 2022, sudah menutup sebanyak 3.784 pinjol illegal, 1.014 Entitas Investasi Ilegal, dan 165 entitas gadai ilegal. SWI mendorong penegakan hukum kepada para pelaku pinjaman online illegal dengan terus menerus melakukan pemblokiran situs dan aplikasi agar masyarakat tidak ada yang mengakses tersebut.
“Bagi masyarakat yang terjebak investasi illegal atau pinjaman online illegal dapat melaporkan ke SWI atau melalui email waspadainvestasi.ojk.go.id dan untuk penanganan dapat melalui Kepolisian Daerah. Untuk memaksimalkan proses penanganan pengaduan konsumen, OJK telah mengembangkan Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) melalui website (https://kontak157.ojk.go.id/) yang bertujuan untuk memberikan akses pengaduan secara terintegrasi yang dapat diakses oleh OJK, Industri Keuangan, dan Konsumen. Melalui aplikasi ini OJK mendorong agar penanganan pengaduan dan sengketa konsumen dapat diselesaikan oleh Lembaga Jasa Keuangan melalui sarana penanganan secara internal,” tandas Kepala OJK.
Sementara itu, Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Dinas Kominfo Sultra Ridwan Badallah. Kata dia, sejak tahun 2018 hingga Juni 2021 fintech lending illegal yang telah diblokir oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) melalui Kementrian Kominfo sebanyak 3.193 platform Fintech P2P Lending.
“Sehingga peningkatan literasi kepada masyarakat menjadi perhatian utama agar masyarakat terhindar dari penawaran pinjaman online /investasi illegal,” cetusnya. (**)
Komentar