harianpublik.di-Kendari – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah baru baru ini merilis aturan baru pencairan dana jaminan hari tua (JHT). Dalam aturan itu dana JHT baru dapat dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun.
Pasalnya aturan baru soal pencairan JHT itu menjadi ramai dan mendapat protes dari seluruh buruh serta dari berbagai kalangan publik lainnya. Tak terkecuali Dewan Pimpinam Daerah (DPD) Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hal itu disampaikan Reodem Sultra melalui Sekretarisnya Adi Maliano. Ia menilai bahwa kebijakan Menaker yang menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang syaray pembayaran JHT, tidaklah berkeadilan.
“Permenaker yang mensyaratkan pencairan JHT di usia 56 tahun adalah perampasan hak pekerja dan tidak berkeadilan. Dimana uang yang dibayarkan untuk membayar Iuran JHT berasal dari dana para pekerja, bukan dana pemerintah. Dan kebijakan Menaker itu tentunya bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mensejahterakan rakyat di usia penisun,” tegas Adi Maliano, Kamis (17/2/2022).
Sambung dia, kika melihat riwayat perjalanan dari Regulasi JHT sebelumnya, Permenaker tersebut sudah pernah ditegaskan oleh pemerintahan Jokowi pada 12 Agustus tahun 2015 silam dengan menerbitkan PP Nomor 60 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa JHT BPJS Ketenagakerjaan bisa dicairkan sebulan setelah peserta keluar dari perusahaan. Dimana Menaker sebelumnya Hanif Dhakiri menindaklanjuti dengan menerbitkan Permenaker No 19 Tahun 2015.
“Ini sangat janggal karena tiba-tiba, Menaker Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini di tengah badai ekonomi dimana para pekerja terdampak langsung akibat pandemi. Aturan baru itu kembali mencantumkan syarat usia 56 tahun dalam pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan. Permenaker ini menabrak PP Nomor 60 Tahun 2015,” paparnya.
Menurutnya, Menteri Ida Fauziyah membuat aturan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangi langsung oleh Presiden. Untuk itu, Adi Maliano neminta Menaker agar tidak membuat gaduh.
“Menakaer harus lebih membuka mata dan lebih banyak mendengar soal buruh,” tutupnya. (**)
Penulis: Ahyar
Komentar