harianpublik.id-Kendari – Sekelompok demonstran yang mengatasnamakan diri Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah Konawe Utara (P3D Konut) menggelar aksi di DPRD Sultra terkait Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT. Karya Murni Sejahtera 27 (KMS 27).
Menurut, Korlap aksi Sahril Gunawan, meskipun sudah ada Putusan Mahkamah Agung (MA) 225K/Tun/2014/ dan Putusan MA 448k/ yang menerangkan bahwa Keberadaan 11 IUP termaksud PT. KMS 27 tidak memilik kekuatan hukum ditambah Surat No T-1502/MB.04/DJB.M/2021 perihal pelaksanaan putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa IUP PT. KMS 27 tidak berkekuatan hukum berdasarkan keterangan .
“Bahwa IUP PT. KMS 27 adalah IUP yang sedang berstatus Quo atau tumpang tindih dengan PT. Antam. Sehingga sesuai Putusan Mahkamah Agung (MA) 225K/Tun/2014/ dan Putusan MA 448k/ bahwa keberadaan 11 IUP termaksud PT. KMS 27 tidak memilik kekuatan hukum di tambah Surat No T-1502/MB.04/DJB.M/2021 perihal pelaksanaan putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa IUP PT. KMS 27 tidak berkekuatan hukum,” katanya di DPRD Sultra.
Sehingga, pihaknya menduga terjadi pelanggaran dan meminta IPPKH perusahaan tersebut dicabut.
“Dengan beberapa putusan itu, kami menduga bahwa PT. KMS 27 sudah tidak memilik legalitas izin apa lagi PT. KMS 27 tidak terdaftar sebagai pemegang IUP OP di MODI Minerba. Sehingga ini jelas pelanggaran yang tidak dapat ditolerir dan dibiarkan sehingga berdasarkan kajian dan hasil investigasi P3D meminta tegas kepada para pihak pemangku kekuasaan untuk segera mengambil tindakan yang tegas dan mencabut semua Izin PT. KMS 27 termasuk mencabut IPPKH. Selain itu ada dugaan maladministrasi ketidaksingkronan penerbitan IPPKH PT. KMS 27 di tahun 2018 bertentangan dengan putusan MA 225K tahun 2014,” urai Sahril.
Olehnya itu, pihaknya meminta kepada sejumlah instansi berwenang untuk mengambil tindakan tegas perihal aspirasi yang disampaikan.
“Kami meminta Kepala Dishut Sultra segera memberikan rekomendasi pencabutan IPPKH PT. KMS 27. Meminta Gakkum KLHK RI memberikan rekomendasi tembusan KLHK untuk segera Mencabut IPPKH PT. KMS 27 yang kami nilai ada kejanggalan administrasi dan meminta Kejati Sultra memeriksa Pimpinan PT. KMS 27 karena kami duga selama jegiatan PT. KMS 27 di Blok Mandiodo ada dugaan kerugian negara,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Dirut PT. KMS 27 Tri Witjaksono, mengungkapkan bahwa argumentasi yang menyatakan IPPKH PT. KMS 27 harus dicabut untuk menjalankan Putusan 225K/TUN/2014 dan Putusan 77 K/TUN/2013 adalah dalil yang tidak berdasar. Untuk itu, ia menyarankan agar pihak-pihak tersebut membaca dengan objektif dan seksama kedua putusan tersebut.
“Putusan 225 K/TUN/2014 hanya menghidupkan kembali IUP OP PT. Antam Tbk yang sempat dicabut berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 82 Tahun 2012. Hal tersebut tidak serta-merta dapat dianggap secara otomatis mencabut IUP OP PT KMS 27. Apalagi mencabut IPPKH PT. KMS 27, IUP OP dan IPPKH PT. KMS 27 tidak menjadi objek dalam perkara 225 K/TUN/2014,” urainya.
Dia melanjutkan, perlu dipahami kaidah umum hukum administrasi negara, bahwa pencabutan sebuah izin melalui putusan pengadilan harus dinyatakan dengan jelas dalam amar putusan yang memerintahkan untuk mencabut suatu izin. Sekali lagi, Putusan 225 K/TUN/2014 tidak terdapat amar yang memerintahkan untuk mencabut IUP OP dan IPPKH PT. KMS 27.
“Akibat hukum dari putusan 225 K/TUN/2014 menjadikan IUP OP PT. Antam menumpang dan menindih IUP OP PT. KMS yang telah lebih dulu ada, bahkan memiliki Sertifikat CNC terlebih dahulu. Oleh sebab itu, mekanisme penyelesaian yang tepat menurut hukum adalah masing-masing pihak melakukan penciutan sesuai dengan Permen ESDM 43/2015 juncto Keputusan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2020,” beber Tri.
Ia menambahkan, pemikiran yang serta merta menyatakan IUP OP dan IPPKH PT. KMS 27 secara otomatis tercabut adalah pemikiran yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sangat tidak adil, dan tidak objektif.
“Argumentasi kedua yang secara obsesif ingin mencabut IUP OP dan IPPKH PT. KMS 27 mendasar pada keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 5 Tahun 2010 (SK 5/2010) yang mencabut seluruh izin di blok Mandiodo (kecuali Antam). SK 5/2010 dianggap telah dikuatkan berdasarkan Putusan 77 K/TUN/2013. KAMI NYATAKAN DENGAN TEGAS bahwa pendapat tersebut adalah keliru dan
dibuat-buat. Sebagaimana amar putusan 77 K/TUN/2013 di atas, sama sekali tidak ada amar yang memperkuat SK 5/2010. Amar putusan tersebut hanya mencabut Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 154 Tahun 2011 tentang Pembatalan Keputusan Bupati Nomor 78 tahun 2010. Tidak ada sedikitpun amar yang menyinggung/memperkuat SK 5/2010,” tukas Tri. (**)
Penulis: Manto
Komentar