HarianPublik.id,Kendari – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang rutin diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) setiap minggu.
Rakor ini dilaksanakan secara virtual melalui Zoom Meeting, di Ruang Rapat Biro Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sultra, pada Senin (24/2/2025).
Rakor ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, serta menghadirkan narasumber dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Dari Provinsi Sultra, rakor ini turut dihadiri Sekda Sultra, Asisten II Setda Sultra, Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Kadis Ketapang, Kadis Distanak, Kadis ESDM, Karo Perekonomian, Karo Pembangunan, Perwakilan BI dan dinas terkait lainnya
Dalam kesempatan tersebut, Tomsi Tohir menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan harga barang dan jasa, terutama menjelang Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Ia menyoroti berbagai faktor yang dapat mempengaruhi inflasi, seperti ketersediaan pasokan pangan, distribusi barang, serta dampak cuaca ekstrem. Oleh karena itu, pemerintah daerah diminta proaktif dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan barang kebutuhan pokok.
“Pemerintah daerah harus memastikan bahwa inflasi tetap terkendali agar daya beli masyarakat tidak terganggu,” kata Tomsi.
Ia juga menginstruksikan agar Pemda rutin memantau harga di pasar dan segera mengambil langkah intervensi jika terjadi lonjakan signifikan, termasuk melalui operasi pasar dan subsidi transportasi jika diperlukan.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa mulai tahun ini, setiap daerah akan ditunjuk secara bergiliran untuk melaporkan kenaikan harga dan strategi pengendaliannya. “Sehingga setiap minggu, masing-masing daerah bekerja keras untuk menekan kenaikan harga barang di daerahnya, bukan mengharapkan bantuan dari daerah lain,” tegasnya.
Sementara itu, Plh. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, M. Habibullah, menyampaikan bahwa pada bulan Ramadan 2024 lalu, lima komoditas utama yang memberikan andil inflasi terbesar adalah telur ayam ras, daging ayam ras, beras, cabai rawit dan bawang putih.
Pada minggu ketiga Februari 2025, delapan provinsi mengalami kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH), yakni Papua Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Papua Barat dan Sumatera Barat.
Komoditas utama yang mempengaruhi kenaikan IPH di daerah tersebut adalah cabai merah, cabai rawit, dan beras.
Sementara itu, Kabupaten Bombana di Sulawesi Tenggara mencatat kenaikan IPH tertinggi sebesar 4,38%, dengan komoditas penyumbang utama yaitu daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah.
Selain itu, pada minggu ketiga Februari 2025, harga gula pasir naik sebesar 1,01% dibanding Januari 2025. “Sementara, harga cabai rawit turun sebesar 4,37% dan harga minyak goreng naik sebesar 0,48%,” pungkasnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra, Asrun Lio, menekankan pentingnya koordinasi antarinstansi dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok di daerah. Ia menginstruksikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk bekerja sama dalam menganalisis data harga serta menentukan langkah-langkah strategis yang tepat.
“Harapannya, kita semua dapat berkoordinasi dengan baik agar kebijakan yang diambil benar-benar efektif dalam menjaga stabilitas harga,” ujarnya usai mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi Daerah.
Lebih lanjut, Asrun Lio menegaskan, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab besar dalam mengendalikan harga barang, terutama dalam aspek distribusi. Jika diperlukan, Pemprov Sultra akan melakukan intervensi dengan mengurangi biaya distribusi atau mengendalikan biaya transportasi agar harga tetap stabil dan tidak membebani masyarakat.
Langkah strategis ini diharapkan dapat mengatasi tantangan inflasi serta memastikan ketersediaan bahan pokok dengan harga yang wajar bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. (**)
Komentar