Harianpublik.id,Kendari – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada sebanyak 89 perusahaan di Sulawesi Tenggara (Sultra) menunggak pajak air permukaan sejak tahun 2017 silam. Olehnya itu, puluhan perusahaan itu mendapat peringatan keras dari komisi anti rusuah untuk segera melunasi kewajibannya.
Peringatan tersebut disampaikan Direktur Kordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV KPK, Ely Kusumastuti usai penanda tanganan perjanjian kerjasama Optimalisasi PAD sektor pertambangan bersama Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan dan Pemda di Kantor Gubernur Sultra, pada Rabu (6/9/2023) kemarin.
Ely menyebutkan, akibat dari menunggaknya pajak dari puluhan perusahaan tersebut menimbulkan kerugian dengan total kurang lebih Rp31 miliar. Perusahaan tedsebut terdiri dari Perusahaan Daerah (Perusda) dan Perusahaan Tambang.
“Kan sudah menunggak bertahun-tahun, kita lebih fokus ke situ. Kita bersinergi, berkolaborasi, dengan harapan supaya pajak tertunggaknya terbayar,” ujarnya.
Ely menambahkan, melalui kerjasama Kejaksaan dan Pemda, pihaknya memfokuskan kepatuhan wajib pajak terhadap kewajibannya membayar pajak, terutama di sektor pertambangan.
Selain itu, KPK juga akan menerapkan sejumlah langkah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, baik dengan menempuh tahap non ligitasi (di luar pengadilan), maupun menempuh langkah ligitasi melalui gugatan perdata karena adanya upaya melawan hukum dari wajib pajak.
Untuk itu pihaknya kembali mengingatkan agar perusahaan daerah dan perusahaan pertambangan segera melunasi tunggakan pajak, sehingga dapat mengembalikan hak dari pemerintah daerah dan masyarakat.
“Tujuannya memajukan Sultra, bantu kami, dukung kami memberikan pengabdian terbaik, karena memang tugas utama kami adalah memberikan pengabdian terbaik untuk kesejahteraan daerah, dalam hal menegakkan hukum,” ucap Ely.
Sementara itu, Asisten I Setda Sultra, Suharno mengatakan, pajak air permukaan ini merupakan satu-satunya pendapatan yang langsung diterima Pemda.
Untuk itu ia berharap kewajiban dari para penambang khususnya air permukaan ini dipenuhi, sehingga tidak hanya bagi hasil yang diperoleh, tapi Pemda juga bisa merasakan adanya pajak melalui PAD.
“Sekarang ini boleh dikatakan, agak susah untuk mengambil hak kita (Pemda). Tapi kami sangat optimis karena tadi sudah disampaikan Asdatun dan KPK setelah pertemuan ini langsung action, ada pembuatan timeline terkait dengan langkah yang akan dilakukan dan upaya kita untuk menarik hak-hak Kita,” bebernya.
Tempat sama, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sultra, Mujahidin mengatakan, pihaknya memberi surat kuasa khusus (SKK) kepada yang mempunyai tunggakan besar mulai dari Juli 2017 – Oktober 2020, sekitar Rp27 miliar khusus air permukaan.
“Perusahaan tambang yang besar tagihannya Virtu Rp26 miliar lebih hampir Rp27 miliar. Kemarin KPK sudah turun ke sana, sekarang diupayakan dengan kerjasama,” katanya.
Sementara itu, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sultra, Herry Ahmad Pribadi mengatakan, peran dari kejaksaan lebih kepada pendekatan, mengimbau para wajib pajak untuk membayar pajak.
“Kita nanti bertindak atas nama tata usaha negara, jadi bukan tindakan yang sifatnya represif seperti yang kasus-kasus sebelumnya. Karena ini untuk kepentingan daerah juga, kalau tidak membayar, mengambil sumber daya alamnya, tidak mau berbagi, itu yang harus dikejar,” pungkasnya.
Diinformasikan, saat ini enam kabupaten di Sultra sebagai wilayah yang memiliki pertambangan turut menandatangani perjanjian kerjasama dalam rangka PAD sektor pertambangan. Enam kabupaten tersebut diantaranya Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka dan Kolaka Utara. (Red/Edisi Indonesia)
Komentar