Mendagri Soroti Inflasi Tinggi di Sejumlah Provinsi Termasuk Sultra

HarianPublik.id,Kendari – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kembali menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan pembahasan evaluasi dukungan pemerintah daerah dalam Program 3 Juta Rumah.

Kegiatan yang digelar secara virtual oleh pada Senin (23/9/2025) ini, diikuti oleh seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia termasuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra)

Rakor dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Muhammad Tito Karnavian, dan dihadiri sejumlah narasumber, antara lain Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden Edy Priyono, Staf Ahli Menteri Pertanian Suwandi, serta Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) RI, Arief Prasetyo Adi.

Dari lingkup Pemprov Sultra, kegiatan ini diikuti di Ruang Rapat Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Sultra oleh Sekda Sultra, Plt. Inspektur Sultra, Kepala Biro Perekonomian, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, BPS Sultra, serta OPD teknis terkait lainnya.

Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan bahwa angka inflasi nasional pada Agustus 2025 tercatat sebesar 2,31 persen (year-on-year/yoy) dan -0,08 persen (month-to-month/mtm). Menurutnya, capaian ini tergolong ideal dan sejalan dengan target pemerintah menjaga inflasi dalam kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen.

“Rentang angka 2,5 persen plus minus 1 persen adalah angka yang paling ideal untuk Indonesia. Ini menjaga keseimbangan antara menyenangkan produsen dengan konsumen,” jelas Tito.

Lebih lanjut, Tito menegaskan inflasi yang terlalu rendah juga tidak baik karena dapat merugikan produsen, seperti petani, nelayan, dan pelaku industri, yang kesulitan menutup biaya produksi. Sebaliknya, inflasi di atas 3,5 persen akan memberatkan konsumen karena harga kebutuhan melonjak tinggi.

“Di angka 2,31 persen ini adalah capaian yang sangat bagus sekali,” tambahnya.

Meskipun secara nasional inflasi terkendali, Mendagri mengingatkan bahwa masih terdapat sejumlah daerah dengan inflasi di atas 3,5 persen. Daerah tersebut antara lain Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua Pegunungan, Aceh, Riau, dan Sulawesi Barat.

Untuk itu, Tito meminta agar pemerintah daerah lebih intens berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti BPS, Bulog, Bank Indonesia, serta asosiasi pengusaha seperti Kadin dan Apindo, guna mencari penyebab tingginya inflasi.

“Tolong duduk bersama dengan BPS setempat, kemudian Bulog, Bank Indonesia, bila perlu asosiasi pengusaha, untuk memetakan penyebabnya apa,” pesan Tito.

Menurutnya, inflasi tinggi di suatu daerah bisa disebabkan oleh keterbatasan pasokan bahan pangan, kenaikan harga yang diatur pemerintah seperti tarif air minum, hambatan distribusi akibat cuaca maupun logistik, hingga adanya praktik penimbunan oleh oknum tertentu.

Dalam kesempatan tersebut, Mendagri juga menyoroti perkembangan harga sejumlah komoditas yang memengaruhi Indeks Perkembangan Harga (IPH) pada minggu ketiga September 2025.

Ia menyampaikan harga bawang merah mengalami tren penurunan signifikan. Dari 309 kabupaten/kota yang semula mengalami kenaikan harga pada minggu ketiga Agustus 2025, kini hanya tersisa 31 daerah pada minggu ketiga September 2025. Sebaliknya, sebanyak 303 kabupaten/kota justru mencatat penurunan harga bawang merah.

“Ini menarik untuk diketahui apakah karena konsumsi berkurang, atau justru distribusi sudah lebih merata,” ujar Tito.

Selain bawang merah, beras juga menjadi perhatian utama. Berkat operasi pasar yang digelar bersama Bulog dan Bapanas, lonjakan harga beras dapat ditekan di banyak daerah. Pada minggu keempat Agustus 2025, kenaikan harga beras terjadi di 214 daerah. Namun pada minggu ketiga September 2025, jumlah itu berkurang menjadi 106 daerah. Bahkan, daerah yang mencatat penurunan harga beras semakin meningkat.

Kendati demikian, Tito mengingatkan adanya beberapa komoditas pangan yang masih perlu diwaspadai karena tren kenaikannya cukup tinggi, seperti cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

Pada kesempatan yang sama, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan perkembangan IPH di minggu ketiga September 2025. Tercatat sebanyak 15 provinsi mengalami kenaikan IPH, 22 provinsi mengalami penurunan, dan 1 provinsi relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya.

Adapun komoditas utama penyumbang kenaikan IPH di 15 provinsi tersebut adalah daging ayam ras dan cabai merah.

Melalui rakor ini, Mendagri kembali menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas harga di wilayah masing-masing. Kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat,pemerintah daerah, BPS, Bulog, Bank Indonesia, hingga asosiasi pengusaha dinilai sangat penting untuk memastikan ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta keterjangkauan harga bagi masyarakat. (**)

Komentar