Harianpublik,Bombana – Suasana Kantor Bupati Bombana mendadak ramai oleh gelombang massa yang datang dengan satu suara menolak ketidakadilan. Mengatasnamakan diri Posko Perjuangan Rakyat (Pospera), puluhan massa aksi dari Kecamatan Mataoleo dan wilayah sekitarnya menggeruduk kantor Bupati, pada Selasa, 1 Juli 2025.
Mereka menyuarakan penolakan terhadap penetapan wilayah industri di Kecamatan Mataoleo dan Kecamatan Rarowatu Utara khususnya di Desa Wumbubangka. Selain itu, massa aksi juga menuntut pemerintah menghentikan rencana pembangunan smelter dan bertanggungjawab atas kerusakan jalan yang dinilai menghambat kehidupan warga di Mataoleo di wilayah Kasipute, Lora hingga Bambaea.
Koordinator Lapangan, Jumardin dalam orasinya menegaskan bahwa mereka bukan anti pembangunan, namun menolak pembangunan yang di anggap menyengsarakan rakyat. “Kami tidak anti pembangunan, tapi Kami menolak jika pembangunan itu mengorbankan rakyat kecil, jangan jadikan Kami sebagai kepentingan investasi,” tegasnya.
Mewakili suara rakyat, Pospera menuntut agar pemerintah menghentikan rencana pembangunan smelter oleh PT. Sultra Industri Park (SIP) bukannya malah merekomendasikan pembangunan kawasan industri di Kabupaten Bombana seluas 1.368 hektar di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara. Mereka menilai industri tersebut tidak hanya merampas tanah dan sumber daya tetapi juga memicu kerusakan lingkungan yang tak bisa terhindarkan.
“Kami datang bukan untuk membuat gaduh, tapi untuk menyelamatkan tanah kami dari keserakahan. Pemerintah seharusnya mendengar suara rakyat, bukan justru menjadi corong bagi kepentingan korporasi,” tegas salah satu orator aksi di tengah kerumunan massa.
Pospera menyayangkan sikap pemerintah daerah yang dinilai lebih memprioritaskan investasi skala besar dari pada perlindungan terhadap masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan.
Tidak hanya itu, mereka juga menyoroti rusaknya jalan di Kecamatan Mataoleo yang saat kini dialihkan menjadi jalan Provinsi Sultra. Dimana, kondisinya hingga saat ini berlumpur ketika hujan dan berdebu di waktu panas, sehingga membuat warga kesulitan beraktivitas.
“Sudah bertahun-tahun jalan ini rusak. Kami capek dijanjikan. Harus menunggu berapa korban lagi?, Kasihan sudah banyak korban, bapak saya baru-baru ini melintasi jalan untuk membeli beras, tapi karena jalan yang tidak layak dan berlumpur dia terjatuh pak, sampai kami berurusan dengan rumah sakit,” cetus salah seorang warga Mataoleo dengan emosional.
Mereka juga mendesak agar Pemkab Bombana aktif mengkoordinasikan percepatan perbaikan jalan dengan pihak Pemprov Sultra, mengingat kerusakan jalan di Mataoleo bukan sekadar berlumpur parah, tapi telah menjadi penghambat ekonomi dan ancaman keselamatan warga.
“Jalan boleh milik provinsi, tapi penderitaannya milik rakyat Bombana. Pemerintah kabupaten tidak bisa diam!,” seru penanggungjawab aksi demontrasi tersebut.
Sayangnya, Bupati Bombana tidak berada di tempat karena tengah perjalanan dinas luar daerah ke Jakarta. Meski demikian, massa diterima langsung oleh Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Bombana didampingi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Kepala Dinas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda).
Pemerintah Kabupaten Bombana menegaskan komitmennya untuk segera mencari solusi terbaik terkait polemik pembangunan smelter oleh PT. Sultra Industri Park (SIP) yang menuai penolakan dari masyarakat.
Dalam pernyataannya, Pj Sekda Syahrun menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam melihat keresahan warga. “Kami pastikan, pemerintah akan secepatnya melakukan yang terbaik untuk kepentingan masyarakat. Ini bukan hal yang bisa diabaikan,” tegasnya.
Namun, pemerintah juga menyampaikan bahwa langkah penyelesaian tetap harus melalui proses komunikasi dengan Bupati Bombana yang saat ini masih dijadwalkan untuk dimintai arahan langsung. “Kami tidak bisa gegabah. Harus bicara dulu dengan Bupati sebagai pengambil kebijakan utama,” tambahnya.
Disebutkan pula bahwa sebelum isu ini mencuat ke publik, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bombana sudah melakukan koordinasi awal dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara guna mencari alternatif solusi.
“Dulu Kadis PUPR sudah menyampaikan dan menjajaki jalur komunikasi dengan Pemprov. Jadi, persoalan ini sudah dalam radar penanganan sejak awal,” jelas Syahrun.
Pemda berharap masyarakat tetap tenang dan memberikan ruang kepada pemerintah untuk merumuskan langkah-langkah strategis yang tepat dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Menanggapi pernyataan Pemerintah Daerah, Para aksi Demontrasi Organisasi Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) menyetujui hal tersebut. Mereka meminta berita acara dari perwakilan Pemda untuk bisa audiensi kepada Bupati Bombans yang rencana akan dilaksanakan pada 8 Juli mendatang dan Pemda menyetujuinya.
Massa aksi berharap agar pertemuan audiensi yang telah dijadwalkan nanti bersama Bupati Bombana tidak menjadi sekadar formalitas, melainkan menjadi forum terbuka untuk benar-benar menyampaikan aspirasi rakyat secara langsung kepada pemimpin tertinggi daerah.
“Jangan biarkan pertemuan nanti hanya jadi dokumentasi tanpa makna. Kami akan datang bukan hanya membawa tuntutan, tapi membawa harapan agar tanah kelahiran kami tetap aman, jalan-jalan kami bisa dilalui tanpa rasa takut, dan tidak ada lagi kerusakan lingkungan,” tegas korlap Pospera.
Dengan penuh semangat dan tekad, Pospera menyatakan bahwa perjuangan mereka belum selesai. Mereka akan terus mengawal proses ini hingga benar-benar terlihat langkah nyata dari pemerintah daerah dalam menindaklanjuti aspirasi rakyat. (**)
Penulis: Ismi Azizah
Komentar