harianpublik.id-Kendari adalah wilayah kerajaan Laiwui dengan Rajanya yang tinggal di Lepo-lepo yang terletak ke arah barat teluk Kendari. Atas undangan Tebau (Mokole Ranomeete) Lakino Konawe raja I Laiwui yang bermukim di Teluk Kendari pada akhir 1823 atau awal 1824.
Arung Bakung datang untuk Membantu mendukung Lakino Konawe/raja Laiwui Tebau mengamankan Teluk Kendari dan kuasanya dan izinnnya orang Bugis dan suku-suku lainnya yang berdiam di teluk.
Menjelang kedatangan Vosmaer (Belanda) Arung Bakung terpaksa meninggalkan Teluk Kendari.
Dengan demikian, maka Arung Bakung merupakan kepala Teluk Kendari yang di amanahkan oleh Tebau raja Laiwui pertama sebagai wilayah dari Kerajaan Laiwui.
Kemudian anak Arung Bakung dengan istrinya putri Raja tiworo menikahi Anak Tebau Raja Laiwui sejak saat itu dimulai kekerabatan antara Tolaki, Bugis dan Muna di kerajaan Laiwui (Kendari).
Teluk Kendari adalah tempat berlindung yang membawa harapan. Kesana orang-orang datang mencari keamanan, kesana orang-orang dengan penuh harapan untuk hidup tenteram damai dan untuk kehidupan yang lebih baik. Orang Bugis meninggalkan negerinya karena berbagai kemelut dikampung halamannya.
Datang ke Kendari dengan harapn-harapan baru. To Rete, To Wawonii datang berlindung di Kendari karena negeri mereka sering dijorah perampok yang ganas. To Kapontori menghindar dari kampungnya karena tekanan yang tak terpikulkan dari pimpinan adatnya. Orang Bajo datang karena Kendari adalah tempat berlindung yang aman dimana hidup dapat ditata dengan aman dan mudah. Orang Muna juga datang untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Kehadiran para pendatang tidak merugikan suku Tolaki penduduk asli Laiwui. Malah kedatangan mereka yang menjadikan Kendari sebagai Pelabuhan Laiwui yang merupakan pintu masuk dan keluar dari barang-barang dagangan yang berarti turut pula mempengaruhi kehidupan ekonomi kerajaan Laiwui (Kendari)
Penulis: Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Andi Awaluddin Ma’ruf
Komentar