HarianPublik.id,Kendari – UPTD Museum dan Taman Budaya Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Seni Budaya sebagai bagian dari program pengembangan kebudayaan. Iven tahunan ini berlangsung sejak 29 hingga 31 Oktober 2024 yang dibuka secara langsung oleh Kepala UPTD Museum, Syuhida.
Pasalnya, seni budaya bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan apresiasi seni di kalangan sanggar dan komunitas seni di Bumi Anoa.
Acara ini dibuka oleh Asisten III Sekretaris Daerah Provinsi Sultra dan diikuti 20 sanggar serta komunitas seni dari berbagai daerah, baik yang berasal dari masyarakat umum maupun sekolah. Setiap sanggar diberikan apresiasi berupa uang penghargaan sebesar Rp5 juta rupiah.
Kepala UPTD Museum, Syuhida menjelaskan bahwa gelaran seni budaya tahun ini dirancang lebih meriah dibandingkan dengan Festival Seni Budaya tahun sebelumnya.
“Kami juga meningkatkan nominal uang pembinaan di tahun ini sebagai bentuk apresiasi bagi peserta yang telah berupaya dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya lokal,” jelasnya.
Syuhida menambahkan, seni budaya ini juga bertujuan untuk menjadikan UPTD Museum dan Taman Budaya sebagai lembaga yang berperan aktif dalam melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal, serta membantu membentuk karakter bangsa.
“Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan dampak positif dalam pengembangan seni budaya di Sulawesi Tenggara,” pungkasnya.
Salah satu peserta, Syesyliya. S., mewakili Bengkel Seni FISIP Arunakara turut memeriahkan seni budaya 2024 dengan menampilkan teater berjudul “Kriya Samsara”.
Sesil menyampaikan bahwa persiapan penampilan mereka kali ini cukup menantang karena hanya dilakukan dalam waktu 10 hari. Meskipun demikian, berkat pengalaman Arunakara yang telah tampil di lebih dari 10 panggung, mereka mampu berimprovisasi dengan baik di atas panggung.
Kriya Samsara terinspirasi dari cerita rakyat Wawolesea tentang seorang putri yang dikutuk menjadi sumber air panas setelah menolak lamaran seorang pangeran. Cerita tersebut dimodifikasi dengan elemen mistis yang menggambarkan dunia gaib dan dunia manusia, serta mengangkat tema kelahiran dan kematian.
“Kami mengambil inspirasi dari kisah-kisah populer seperti KKN di Desa Penari, namun lebih dengan pendekatan penelitian,” ungkap Sesil.
Sesil berharap agar acara seperti ini dapat mendorong lebih banyak mahasiswa FISIP untuk bergabung dalam komunitas seni di Bengkel Seni FISIP, sehingga bisa berkontribusi dalam pelestarian budaya lokal.
“Harapan kami, Kota Kendari dan Sulawesi Tenggara lebih mendukung kegiatan seni budaya demi menjaga kelestarian budaya kita,” tutupnya. (**)
Penulis: Satwa
Komentar