Harianpublik.id,Kendari – Anggota DPD RI, Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan menyampaikan keprihatinan sekaligus duka yang mendalam atas insiden kelam yang terjadi di Stadiun Kanjuruhan Malang, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Pasalnya, tragedi itu menelan korban meninggal dunia dan luka sebanyak 448 orang. Diantaranya, 125 orang dinyatakan meninggal dunia dan 323 luka-luka.
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Duka mendalam atas tragedi sepak bola di Kanjuruhan Malang yang merenggut korban jiwa. Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Kami menyampaikan duka yang mendalam atas insiden ini,” ujar Rabia melalui keterangan rilisnya pada Senin (3/10/22).
Menurutnya, tragedi Sabtu malam itu menjadi duka bagi bangsa ini bahkan dunia. “Indonesia berduka, kita tidak pernah bayangkan sepakbola Tanah Air akan ada tragedi seperti ini,” ungkap Rabiah.
“Meninggalnya ratusan orang dalam tragedi Kanjuruhan ini sebagai tragedi terburuk dalam sepak bola di dunia sejak 1964. Ini tragedi kemanusiaan luar biasa,” sambungnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, aparat dan panitia pelaksana pertandingan sepak bola itu harus menjelaskan kepada masyarakat kenapa kerusuhan bisa terjadi. Mengingat, sampai detik ini belum ada titik terang mengenai tragedi Kanjuruhan Malang ini.
Rabia meminta agar PSSI sebagai otoritas yang bertanggungjawab dalam ajang sepak bola di Tanah Air melakukan evaluasi kepada pihak pelaksana teknis.
Rabia juga meminta agar penegak hukum mengusut tuntas penyebab kerusuhan ini agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak.
“Diharapkan tidak terjadi lagi pada masa mendatang. Semua pihak harus berbenah bersama-sama,” jelas Anggota DPD RI ini.
Selain itu, dia juga meminta Kepolisian mengusut kemungkinan adanya kesalahan prosedur dalam penanganan chaos yang terjadi di lapangan.
“Ini persoalan serius yang harus diusut. Apakah banyaknya jumlah korban jiwa ini akibat kelalaian petugas di lapangan dalam penanganan chaos atau karena sebab lain,” tegas Rabia.
Dia berharap pemerintah maupun instansi terkait agar memberikan penanganan yang terbaik bagi para korban, baik yang meninggal dunia maupun yang tengah menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit.
Rabia menyebutkan, dalam hal penggunaan gas air mata saat menangani kericuhan suporter bola, sesuai pasal 19 b dalam aturan FIFA soal pengamanan dan keamanan di stadion, FIFA melarang membawa dan menggunakan senjata api atau gas pengendali massa atau gas air mata.
“Kalau benar aturan FIFA tidak boleh ada gas air mata, makan aneh pihak keamanan tidak paham standar aturan yang ada maka ini harus diusut tuntas. Jangan sampai ke depan kasus serupa terjadi lagi, apalagi kita menghadapi Piala Dunia U20 jadi harus segera dituntaskan,” pungkasnya. (**)
Penulis: Manto
Komentar