harianpublik.id-Buteng – Puluhan hektar sawah di Dusun Kaleleha, Desa Terapung, Kecamatan Mawasangka, Buton Tengah (Buteng), tidak digarap oleh petani meskipun lahan persawahan masih produktif. Hal itu diakibatkan karena saluran irigasi tidak berfungsi dengan baik, yang mengakibatkan volume air meningkat dan merendam persawahan.
Padahal, irigasi persawahan tersebut sudah menghabiskan sedikitnya Rp19 milliar. Pembuatan irigasi sekunder tidak berfungsi dengan baik malah membawa petaka bahi para petani. Bagaimana tidak, seluas 42 kektar sawah yang dikelola petani terendam air. Hampir seluruh lahan persawahan terendam air setinggi pinggang orang dewasa yang menyebabkan petani tidak dapat melakukan aktifitas bertani di ladang tersebut.
Berdasarkan data penulusuran di laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Buton Tengah Tahun 2018, jumlah anggaran pembangunan irigasi di lokasi persawahan tersebut sekitar Rp19 miliar yang terbagi menjadi 10 paket pekerjaan untuk pembangunan 42 hektare irigasi, serta Rp474 juta untuk pembangunan sarana pendukung irigasi.
Berdasarkan keterangan petani setempat, pada saluran pembuangan yang dibuat terdapat batu besar yang menghambat keluarnya pembuangan air dari sawah. Sehingga disaat air laut pasang terlebih di musim-musim tertentu (Musim Barat) dan tingginya curah hujan. Hal itu mengakibatkan air laut ikut masuk ke dalam ladang, yang disebabkan tak berfungsinya pembuangan irigasi untuk dapat mengeluarkan air yang berada di dalam area persawahan.
Akibatnya, ketika ladang sudah terendam, semua aktifitas petani terhenti. Mereka harus menunggu kemarau panjang untuk bisa kembali menggarap ladang.
Hal itu seperti yang diungkapkan oleh Abidin, selaku Ketua Kelompok Tani Kaleleha Jaya I saat ditemui dilokasi persawahannya. Ia mengatakan bahwa kejadian ini terus berulang sejak awal dirinya ikut bertani di ladang sawah seluas 42 hektare tersebut.
“Sejak awal saya bertani disini memang selalu terendam, mau ditraktor bagaimana kalau tingginya air sampai di pinggang. Setiap kali kita traktor datang hujan beruturut-turut 3 hari ini sudah terendam lagi, kita bisa hasilkan padi ini karena yang di tepi-tepian ini agak pendek airnya. Itupun kita harus berburu sama burung, hanya sisa sisanya yang kita ambil,” keluh Abidin saat turun memperlihatkan kepada media ini tingginya air yang merendam sawah miliknya, Ahad (5/3/2022) lalu.
Abidin menambahkan, selama ia bertani hasil panen tertinggi dengan luas lahan yang ditanami 2 hektare hanya berkisar tiga sampai empat karung gabah. Hal itu dianggap sangat jauh dari kata berhasil. Oleh karenanya, hasil panen belum bisa dijual sebab hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Hasil panen setiap saya menanam paling tiga sampai empat karung, hanya yang di pinggir saja ini yang hidup. Di tengah itu kita mau menanam bagaimana dalam airnya. Sambil kita tanamkan juga kangkung, sawi kalau kering airnya. Makanya, belum pernah saya jual karena kalau sekitar tiga sampai empat karung itu kita hanya pakai saja sendiri,” terangnya.
Menurutnya, tahun 2020 merupakan tahun yang sukses dibanding sebelum dan sebelumnya. Dimana dari 3 hektar sawah yang ditanami bibit padi 2 hektar yang berhasil produksi dan menghasilkan 17 karung gabah. Ini merupakan panen tertinggi sepanjang adanya persawahan ini meskipun idealnya dalam 1 hektare sawah mestinya menghasilkan 3 ton hasil penen.
“Tahun 2020 kita ada 4 orang yang kelola ladang ini sebanyak 3 hektar, namun akhirnya tersisa 2 hektare yang produksi, di tahun itu kita panen 17 karung untuk total 2 hektar itu. Meskipun idealnya itu dalam 1 hektar kita bisa hasilkan 3 ton, tapi karena seperti itu kondisinya selalu gagal panen. Padinya tidak bisa hidup mati karena terendam air,” tukas Mas Timin petani padi yang ikut menanam di tahun 2020 lalu tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Bina Marga Hasba Mukmin mengaku pihaknya selama ini belum pernah menerima keluhan dari petani terkait permasalahan yang terjadi di area persawahan tersebut.
“Saya tidak dengar ada keluhan batu besar itu di lapangan, perencanaan juga saya tanya tidak ada. Sebab setelah juga selesai pengerjaan dari 2018 saya juga jalan 2019 tanya tanya keadaan, mereka jawab bagus. Namun mungkin tidak semua,” ujar Kabid Bina Marga PUTR Buteng ini saat di temui di ruang kerjanya, Senin, (7/3).
Pihaknya juga menjelaskan terkait proses kerja irigasi yang dibangun pada tahun 2018 itu, dimana pembangunannya semua sekunder, free intek yang mencoba bawah air kesana. Bagiannya sampai ke sawah itu disebut saluran tersier. Irigasi yang dibangun di Dusun Kaleleha itu masih jauh dari kata tuntas.
“Kita ini free intek perairannya dari Sungai Marobo, terus pembangunannya masih sekunder semua. Selama ini kita di PUTR masih sekunder jadi kita coba bawah air ke sana. Bagiannya sampai ke sawah sawah itu dibantu dengan saluran tersier, bangunan irigasi yang dibuat itu memang masih jauh dari kata tuntas sebab pembuatan irigasi itu mestinya lengkap dari bangunan premier, sekunder dan tersier,” paparnya lebih lanjut.
Kendati demikian, Hasba Mukmin mengatakan, hal ini akan menjadi masukan, kedepannya pihaknya akan lebih memperhatikan pembangunan lanjutan irigasi tersebut. Dia juga menyebutkan, di tahun 2022 ini anggaran pembangunan irigasi kembali digelontorkan sedikitnya Rp2,9 miliar.
“Ini masukan, nanti kita tinjau kembali sebelum kita lanjut ke anggaran-angaran yang berikutnya. Kita tetap melihat jangan hanya melihat air masuk saja tapi air keluar juga. Tetap nanti kita periksa lapangan terkait dengan keluhan masyarakat itu,” cetusnya
“Tahun ini Dinas PU kembali mendapatkan anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus sebesar Rp2,9 miliar. Rencananya anggaran itu kita gunakan untuk buat pintu keluar, sehingga air bisa diatur volumenya,” pungkas Hasba Mukmin. (**)
Penulis: And
Komentar