Mengenal Lebih Dekat Desa Tangkeno dan Festival Tangkeno ke-10

Harianpublik.id,Bombana – Desa Tangkeno adalah destinasi wisata yang menjadi icon wisata di Pulau Kabaena selain Pulau Sagori yang terletak di Kecamatan Kabaena Tengah Kabupaten Bombana berada dikentigian 700 mdpl dan memiliki udara yang sejuk dan dijuluki Negeri di Awan.

Di desa ini ada sebuah Alun Alun yang diberi nama Plaza Tangkeno tampat berkumpulnya wisatawan yang ingin menikmati pemandangan indah dan udara sejuk. Plaza Tangkeno ini berhadapan langsung dengan gunung Watu Sangia dan laut yang mana kita bisa melihat Pulau Sagori dari sini.
Wisatawan banyak berkunjung di desa ini untuk melakukan selfi mangambil gambar pemandangan alam yang cantik apalagi ketika diadakan acara wisata tahunan Fetival Tangkeno yang sering diadakan pada Bulan Oktober setiap tahun oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bombana.

Destinasi wisata ini dapat ditempuh naik kapal laut melalui ibukota Bombana Rumbia selama ±5 jam dan dilanjutkan dengan perjalan darat selama ± 1,5 Jam dari pelabuhan Sikeli Kabaena.

Pada Oktober 2022 mendatang, akan dilaksanakan Festoval Tangkeno yang ke-10. Kegiatan ini adalah festival budaya yang tidak kalah menarik di Sulawesi Tenggara yang menghadirkan pameran kuliner sampai kerajinan tangan khas Kabaena, dimana dalam festival ini nilai-nilai budaya lokal seperti gotong royong sangat dijunjung tinggi.

Sekilas tentang tentang Desa Tangkeno

Desa Wisata Tangkeno sendiri tepatnya terletak di kaki Gunung Sangai Wita, Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Jika kita berkunjung ke Desa Wisata Tangkeno kita akan dapat melihat langsung pemandangan lautan lepas yang indah, pemukiman warga setempat yang masih asri, puncak Gunung Saba Mpolulu dan Gunung Wantu Sangia.

Tapi tak hanya itu, dengan berwisata ke Desa Wisata Tangkeno juga kita dapat belajar tentang peradaban masyarakat Moronene yang notabene merupakan suku tertua di Sulawesi Tenggara, seperti yang dihimpun dari berbagai sumber.
Di Desa Wisata Tangkeno juga terdapat sebuah air terjun setinggi 180 meter dan benteng pertahanan, yang merupakan salah satu pesona indah di kawasan wisata tersebut.

Yang menakjubkan yaitu Desa Wisata Tangkeno sendiri disebut-sebut sebagai Negeri di Awan, hal itu bukan hanya isapan jempol belaka. Pasalnya, Kawasan Desa Tangkeno sendiri memang selalu berselimutkan awan di segala cuaca karena berada di ketinggian 650 meter dari permukaan laut. (dikutip dari https://merahputih.com/).

Jarak Desa Tangkeno sebenarnya tak cukup jauh dari kota Kecamatan Kabaena Tengah di Sikeli, yakni, kurang lebih 17 KM saja. Namun, dengan posisi desa yang berada paling ujung, membuat pembangunan infrastruktur agak tertinggal dibanding dari desa-desa lain di Kabaena. Terutama infrastruktur jalan yang mulai rusak serta longsor di beberapa titik. Kondisi yang membuat pengendara harus ekstra hati-hati melewati jalan rusak menanjak dan berjurang cukup dalam.

Sebelum mencapai Tangkeno, kita akan melalui perkampungan warga yang dibangun di perbukitan hingga ke kaki lembah. Sepanjang jalan wangi cengkeh menyebar menggoda hidung. Suhu udara pun perlahan terasa mulai sejuk dan berangin. Di sepanjang jalan, dinding-dinding bukit telah dipenuhi tanaman.

Tanah Tangkeno cukup subur untuk segala jenis tanaman. Suhu yang dingin membuat tanaman jangka panjang seperti cengkeh, kopi, jambu mete, enau hingga kelapa leluasa tumbuh dan menghasilkan buah yang banyak. Beberapa warga, bahkan, pernah mencoba menanam pohon apel. Sayangnya, bibit pohon apel bantuan pemerintah itu sebagian besar mati akibat dimakan ternak kambing.

“Mereka menanam tapi tidak menjaganya. Sehingga kambing leluasa memakan bibit pohon apel,”ungkap Madjid.

“Ada beberapa pohon apel yang tumbuh besar, bahkan sempat berbuah, walau buahnya kecil-kecil,” sambungnya selaku Kepala Desa Tangkeno seperti yang dikutip dari www.suarakendari.com.

Dulu, perkampungan ini bagian dari desa induk Enano. Tangkeno sendiri merupakan desa pemekaran dari Desa Enano. Pada awal pemekaran, Desa Tangkeno bernama Desa Enano di Tangkeno, sedangkan Desa induk disebut Desa Tangkeno di Enano. Perubahan nama dari Desa Enano di Tangkeno menjadi Desa Tangkeno terjadi pada tahun 2013. Mayoritas penduduknya berkerja sebagai petani. Sebagian lagi bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pedagang hasil bumi.

Umumnya, penduduk Pulau Kabaena membangun pemukiman di lembah-lembah gunung yang terdapat aliran sungai dan sebagian lagi memilih bermukim di pesisir pantai. Di lembah, mereka menggarap tanah dan bercocok tanam. Sejak lama, tanah yang subur menjadikan sektor pertanian sebagai penyokong utama ekonomi warga Kabaena. Tak heran jika kerajaan buton saat itu menjuluki daerah ini dengan nama “kabaena” yang artinya negeri penghasil beras, meski orang-orang eropa lebih suka menyebutnya sebagai “comboina”. Orang-orang pribumi sendiri menyebut kampung halaman mereka sebagai tokotua.

Nama Tokotua Wonuanto diabadikan warga di gerbang rumah berdampingan dengan tulisan nama desa dan kecamatan. “Jadi Tokotua adalah nama lain dari Kabaena,”kata Abdul Madjid Ege.

Letak Desa Tangkeno berada di ketinggian, sekitar 650 meter dari permukaan laut (Mdpl), tepat di bawah kaki gunung Watu Sangia memiliki ketinggian 1100 Mdpl. Suhu udaranya cukup dingin. Terlebih di bulan Oktober. Angin bertiup kencang, membuat atap-atap rumah seolah mau lepas dari jepitan. Di bulan itu warga menyiapkan jaket dan selimut tebal. Di musim tertentu, awan akan sangat dekat dengan kepala Anda. Tak heran jika Desa Tangkeno dijuluki dengan nama “Negeri di Awan”.

Gunung Sangia Wita sebenarnya lebih rendah dari tiga gunung lain, masing-masing Gunung Sabampolulu yang memiliki ketinggian 1,500 mdpl (gunung tertinggi di Sulawesi Tenggara), Gunung Puputandasa dan gunung Putolimbo yang memiliki ketinggian 1,200 Mdpl. Sedang di bagian depan ke empat gunung tadi berdiri kokoh gunung Watu Sangia (1,100 meter Mpdl).
Sangia Wita berarti Tanah Dewa, Watu Sangia berarti Batu Dewa. Sedangkan, Sabampolulu artinya muncul dan mengejar. Sabampolulu sendiri memiliki arti muncul dan mengejar.

“Jika dikaitkan dengan rencana Kabaena menjadi daerah otonomi baru maka berarti nama Sabampolulu menjadi strategis, yakni, daerah baru yang mengejar ketertinggalan dari daerah lain,” tambah Madjid Ege.

Sejak dulu gunung-gunung Kabaena menjadi incaran para investor tambang. Di jaman penjajahan, tentara Jepang pernah berusaha untuk menambang nikel di kawasan ini. “Saat datang, Mereka (Jepang) memaksa rakyat menggali tanah dan membawanya ke kapal yang berlabuh di Sikeli,” tutur  Marudi, warga Tangkeno.

Tak heran banyak terdapat lubang-lubang galian di sekitar gunung Sangia Wita, Puputandasa dan gunung Putolimbo.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bombana, Anisa Sri Prihatin mengungkapkan bahwa kenapa wisatawan harus ke tangkeno. Menurutnya ada banyak factor muali dari factor alam hingga magnet budaya.

“Tangkeno memiliki banyak potensi wisata yakni wisata alam berupa gunung, sungai dan juga wisata sejarah dan budaya. di Tangkeno terdapat benteng peninggalan masyakarat masa lampau, Tangkeno miliki cuaca yg sejuk, selalu diselumiti kabut,” papar Kadis.

Festival Tangkeno yang Mendunia

Selain memiliki banyak wisata alam unggulan, Sulawesi Tenggara juga terkenal dengan banyaknya event yang menarik untuk dinikmati. Dari banyaknya pilihan festival budaya yang digelar di Sulawesi Tenggara, terpilih tiga festival terbaik yang berhasil masuk dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2022.

YI nih guys, KEN 2022 merupakan kumpulan event berskala internasional dari 34 provinsi di Indonesia. Tujuannya untuk mempromosikan destinasi pariwisata, meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, memberdayakan potensi lokal, sekaligus memberikan dampak positif bagi kondisi ekonomi, sosial, dan budaya daerah tersebut.
Adanya Kharisma Event Nusantara 2022 ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja khususnya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, sekaligus mendorong perekonomian masyarakat daerah tersebut.

Lantas, festival Sulawesi Tenggara apa saja yang berhasil masuk Kharisma Event Nusantara 2022? Berikut rinciannya yang dikutip dari laman Kemenparekraf, Selasa (28/6/2022).

Festival budaya di Sulawesi Tenggara yang tidak kalah menarik disaksikan adalah Festival Tangkeno. Sebagai gambaran, Festival Tangkeno adalah festival budaya yang diadakan untuk mempromosikan potensi wisata di Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Erat dengan nilai-nilai budaya lokal, Festival Tangkeno merupakan acara tahunan yang selalu menyelipkan unsur budaya, sekaligus menjunjung tinggi kebersamaan gotong royong yang sudah ditanamkan sejak dulu. Biasanya, dalam Festival Tangkeno diisi dengan berbagai kegiatan menarik, seperti pameran kuliner hingga kerajinan tangan khas Kabaena. (https://www.urbanasia.com/)
Festival Tangkeno yang ke 10 di Pulau Kabaena Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara akan digelar pada 10 hingga 13 Oktober 2022 mendatang.

Hal ini disampaikan, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bombana, Anisa Sri Prihatin saat dihubungi via WhatsApp, Selasa (20/09/22).

Tutur dia, persiapan sudah mulai dilakukan dari pihak-pihak yang terlibat sebab, waktu kegiatan tak lama lagi.

“Sejauh ini progress dan tahapan sudah jalan baik panitia di desa wisata maupun kabupaten. Spesial Festival Tangkeno ke 10 ini sangat special dan kami sudah masuk kalender event nasional kemenparekraf, yaitu Kharusma Event Nusantara(KEN),” cetusnya.

Ia menyebut, tema Festival Tangkeno yang ke 10 ini adalah Melestarikan Keragaman Budaya Guna Mewujudkan Pariwisata Bangkit, Ekonomi Pulih Menuju Bombana Surga Investasi.

Ia juga menyebut kegiatan yang dilangsungkan dalam event tersebut adalah “Kirab Budaya, Pameran Kuliner dan Kriya, Lomba Anadalo dan Waipode, Tadaho Balu’a dan Kemah Wisata Terkahir Open Tournament Sepeda Gunug dan Lomba Lulo Alu dan Lulo Kreasi Sepak Bola. “Ada banyak yang dilangskungkan dalam festival ini,” jelas Anisa.

Ia juga membeberkan, untuk undangan yang bakal hadir adalah dari Kementrian Pariwisata, Gubernur dan tamu-tamu penting lainnya.

“Nanti ada Kemenparekraf, Gubernur Sultra, Bupati se-Sultra, Kadis Pariwisawa se-Sultra dan Forkopimda Kabupaten Bombana. Selanjutnya, para Kepala OPD se-Bombana, Camat se-kabaupaten Bombana, Raja wilayah Kabaena, Poleang, dan wilayah Rumbia serta tokoh pemerhati pariwisata,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Sultra, H. Belli menyebut dirinya sudah berkomunikasi dengan Dinas Pariwisata Sultra terkait kegiatan tersebut.

“Kabarnya kegiatan itu akan digelar pada 10 Oktober 2022,” singkatnya saat ditemui di Kendari. (ADV)

Komentar