harianpublik.id-Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Nusantara (BEM Nus) melalui Koordinator Pusat, Eko Pratama menyampaikan kritik keras kepada pemerintah dalam hal ini seluruh Kementerian dan Lembaga yang mengurusi kebutuhan pokok rakyat.
Diketahui saat ini, harga minyak goreng di rintel modern dan pasar tradisional mengalami ketidakpastian, semua mengalami dilema harga dan ketidakkepastian ketersedian. Padahal, pada Januari lalu pemerintah menetapkan harga minyak goreng satu harga dengan tarif Rp14.000 per liter. Akan tetapi menginjak pertengahan Februari masih didapati harga minyak goreng tembus dikisaran Rp17.000 – 18.000 per liter, dan itupun sulit didapati oleh masyarakat.
“Kenaikan harga minyak goreng saat ini, dipicu oleh naiknya harga CPO internasional yang cukup tajam, yang mengakibatkan harga CPO dalam negeri pun menyesuaikan. Pertanyaannya yang punya kebun sawit Indonesia, dan yang produksi minyak goreng itu pun ya pabrik di Indonesia, lalu kenapa pemerintah tidak bisa intervensi,” cetus Eko.
Dia menambahkan, yang lebih peliknya lagi kenaikan dan kelangkaan minyak goreng juga dikarenakan meningkatnya permintaan CPO untuk industri biodisel seiring dengan kebijakan penerapan B30. “Ini sama halnya menunjukkan kerja tak berhitung, harusnya ada alternatif lain, karena kebutuhan pokok itu adalah prioritas utama bagi masyarakat,” tutupnya. (**)
Penulis: Ahyar
Komentar