Harianpublik.id,Kendari – Soal polemik terminal khusus (Jetty) yang dikelaim PT. Kelompok Delapan Indonesia (PT. KDI) akhirnya mendapat tanggapan serius oleh kuasa hukum PT. Tiran Indonesia (TI), Murlianto.
Tak main-main, Murlianto mengaku bakal melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib, sebab, PT. KDI dalam mengklaim lokasi jetty, merupakan tindakan yang sangat tidak berdasar.
Karena, izin terminal khusus (Jetty), kata Murlianto sudah dikantongi oleh PT. Tiran, sesuai dengan prosedur.
“Atas dasar itulah kami melakukan pengoperasian terminal khusus (Jetty), sebab sudah sesuai dengan prosedur dan telah mendapatkan rekomendasi dan izin tersus dari Pemerintah Daerah dan Pusat,” kata Murlianto pada Rabu, (18/5/2022)
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan penerbitan izin terminal khusus, bukanlah tindakan serta merta, karena harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Kita meminta agar PT. Kelompok Delapan Indonesia untuk tidak pernah merasa menguasai dan mengaku pernah melakukan pembebasan karena sebaliknya wilayah tersebut telah dibebaskan oleh PT. Tiran Indonesia untuk masyarakat,” jelas dia.
Belum lagi, tindakan yang dilakukan oleh pihak PT. KDI yang memasuki wilayah Jetty PT. Tiran dengan cara memasang papan plang.
“Ini sudah sangat jelas tindakan yang mereka lakukan merupakan tindak pidana, karena telah menghalangi aktifitas pertambangan,” tukasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT. KDI, Andri Darmawan saat dikonfirmasi terpisah, mengaku bahwa PT. KDI sejak tahun 2011 telah mengantongi rekomendasi izin Jety lewat Pemda Morowali dan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Sejak tahun 2011 PT. KDI Sudah mengantongi rekomendasi izin jety dan melakukan pembangunan Jety itu sendiri,” kata Andri.
Diceritakannya, pada tahun 2011 silam PT. KDI telah membangun Jety di Desa Matarape Kecamatan Menui Tengah Kabupaten Morowali yang memiliki bukti-bukti pembangunan. Kemudian pada tahun yang sama juga, PT. KDI telah membebaskan lahan dan Jety kepada pemilik lahan.
Namun pada tahun 2017, PT. Tiran sempat minta ke PT. KDI untuk menyewa Jety yang sudah dibangun. “Suratnya ada, dan kami sempat balas. Tetap di dalam surat balasan itu kami tidak muat perjanjian kerjasama,” beber dia.
Andri menambahkan, pada tahun 2017, PT. Tiran kemudian tiba-tiba mengurus perizinan dari tahun 2017 kemudian terbit pada tahun 2020 yang berlokasi yang sama. Akan tetapi, izin yang terbit terjadi kesalahan, sebab diurus di Pemerintahan Kabupaten Konawe Utara, Sultra.
“Ini kan aneh, alamat Jety itukan bertitik di Desa Matarape Kecamatan Menui Tengah Kabupaten Morowali, bukan di Konawe Utara,” ucapnya.
Dia menilai rekomendasi izin yang di kuasai PT. Tiran sangat tidak prosedural dan sudah terbukti, saat dilakukan peninjauan oleh Pemda Konut dan Pemda Morowali bahwa lokasi tersebut masuk dalam wilayah Morowali.
“Karena mereka sudah mengakui salah. Yang terbaru lagi ada surat dari Pemda Konawe Utara kepada Menteri Dalam Negeri untuk merubah batas koordinat wilayah,” bebernya.
Menyikapi pihak PT. Tiran akan melakukan upaya hukum, dia mengaku sudah melaporkan lebih awal hal tersebut kepada pihak kepolisian.
“Mereka baru berencana kami sudah duluan melaporkan kejadian tersebut sebelum kami turun,” tutup Andri. (**)
Penulis: Afdal
Komentar