Miras Tanpa Alkohol Tak Bisa Dapat Sertifikat Halal

harianpublik.id-Seiring dengan perkembangan zaman, ada produsen yang mengklaim membuat minuman keras alias miras tanpa mengandung alkohol.

Meskipun demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak bisa memberikan sertifikat halal untuk minuman tersebut. Pasalnya, miras termasuk salah satu yang diharamkan bagi umat muslim apapun bentuknya.



Dilansir dari Halal MUI (15/1) Ketua Komisi Fatwa (KF) MUI periode 2015-2020, Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA., menegaskan bahwa miras tak dapat dilakukan sertifikasi halal. Pihaknya menekankan tidak akan memproses sertifikasi halal untuk produk tasyabbuh atau menyerupai dengan produk yang diharamkan dalam Islam.

“Ada satu produk yang dari sisi bahan maupun proses produksi yang dipergunakan tidak ada masalah dalam aspek kehalalannya. Namun dalam telaah KF MUI, produk itu menyerupai minuman bir yang telah disepakati diharamkan dalam Islam, baik warna, rasa, aroma, bahkan juga kemasan botolnya. Kami tidak memproses sertifikasi halal yang diajukan perusahaan itu, walaupun kami juga tidak menyatakan produk tersebut haram. Karena memang tidak mempergunakan bahan yang haram,” tutur Prof. Hasanuddin seperti dikutip dari Detik.com.

Di samping itu, hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si yang menegaskan bahwa produk miras tidak akan pernah mendapatkan sertifikat halal MUI.

“Tidak benar kalau ada miras yang sudah bersertifikat halal MUI. Kami tidak mungkin melayani pendaftaran sertifikasi halal untuk produk seperti itu,” ungkapnya.

Produk halal haruslah memenuhi syarat dalam fatwa halal MUI. Klik halaman selanjutnya untuk mengetahui standarisasi Fatwa MUI.

Standarisasi Fatwa MUI

Merujuk pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal, salah satunya menetapkan masalah penggunaan nama dan bahan, yang terdiri dari empat poin. Pertama, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.

Ketiga, produk tidak boleh menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dll.

Keempat, produk tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.

Aturan mengenai sertifikasi halal untuk produk miras non alkohol ini juga tercantum dalam Surat Keputusan Direktur LPPOM MUI Nomor 46 Tahun 2014 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk. Selain SK Direksi, ada juga Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) yang menjadi panduan bagi seluruh auditor halal LPPOM MUI dalam melayani sertifikasi halal.

Di dalam Kriteria SJH pada bagian “Produk”, ditegaskan bahwa karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.

Adapun SK Direktur LPPOM MUI secara rinci menjelaskan bahwa nama produk yang tidak dapat disertifikasi meliputi nama produk yang mengandung nama minuman keras. Di kelompok ini, wine non alkohol, sampanye, rootbeer, es krim rasa rhum raisin, dan bir 0% alkohol, pasti tak bisa lolos sertifikasi halal.

Sumber : Detik.com

Komentar